Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Antara idealisme kita dan asuransi.

Masih adakah idealisme, nasionalisme dan fanatisme. Sementara kita didik untuk menjadi masyarakat global yang menghilangkan perbedaan dan perbatasan. Kelak kita akan bebas bepergian kemanapun tanpa aturan dan batasan antar negara, setiap negara memberikan berbagai kemudahan dan kebebasan untuk mempermudah para pemodal global untuk investasi ke negaranya. Pada akhirnya, kita mungkin boleh menyimpulkan, itu semua hanyalah sekedar pada tataran reklame saja, dimana kita dituntut idealisme, nasionalisme dan fanatisme demi mengarahkan kita kepada produk produk asuransi tertentu. Jalan masuknya ke kepala kita sangat beragam, dari mulai ‘edukasi’ melalui multimedia sampai pada rekomendasi relasi kita untuk mengambil produk asuransi tertentu sesuai referensi yang ada dibenaknya.

nasionalisme kita

terprogram

Tentu saja sebagai masyarakat sekarang, kita tidak mau disebut sebagai terprogram atau terdoktrin, kita menganggap kita sendiri adalah marsyarakat modern dengan kebebasannya. Tentu saja ini harus disadari sepenuhnya bahwa ini sepenuhnya tidak benar juga kan? ;-) di sastu sisi kita dituntut menjadi masyarakat yang modern dengan meninggalkan segala rupa yang berbau fundamental, essensial, tradisional, sampai mungkin nasionalisme pun kalau perlu ditanggalkannya, di satu sisi lainnya kita dituntut mengikuti apa yang menjadi trend, apa yang ada terkenal didunia global, apapun yang dari barat bagus, termasuk dalam urusan asuransi, baik itu asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi pendidikan, ada anggapan kalo dari perusahaan multinasional pasti bagus dan terjamin, tentu saja bagus dan terjamin dalam pandangan kita sebagai ummat muslim belumlah cukup. Ingat, bagus belum tentu baik, bisa saja bagus dengan nilai pengembalian dari claim atas premi yang telah dibayarkan, tapi apakah itu sesuai dengan prinsip-prinsip keyakinan kita? Masih harus dipelajari lagi dengan seksama. Urusan keyakinan jangan main-main, kalau kita sudah dewasa dan berkeluarga juga sudah mempunyai keturunan, kita masih tetap saja bermain-main dengan urusan aturanNYA, mungkin kita memang masih kekanak-kanakan ya.. ingat hidup ini sementara, bisa jadi beberapa saat kita tidur pas kita terbangun, kita terbangun sudah berada dialam kubur, dan akhirnya pasti kita menyesali kenapa kita tidak menanfaatkan segalanya untuk menghadapi hari itu, naudubillah. Ada aturan yang sangat jelas yang tinggal kita ikuti atau anda mau menyangkalnya?.

Asuransi yang dimiliki asli produk Indonesia.

Pertanyaanya yang muncul dari orang yang mempunyai nasionalisme(mungkin), adakah perusahaan asuransi yang dimiliki oleh orang kita?, bangsa kita, pribumi. Perusahaan yang bukan milik orang asing? [baca juga: bolehkan bekerja sama dalam ekonomi dengan non-muslim] Mungin itulah beberapa orang(yang memiliki jiwa nasionalisme) termasuk saya, mempertanyakan. Dimana masih difahami bahwa kita masih memiliki identitas, idealisme kebangsaan, dimana kemerdekaan belum pernah diraih meski dikatakan kita sudah merdeka berpuluh tahun yang lalu. Kita tidak ingin memberikan keuntungan pada bangsa asing, ya mungkin pemikiran ini sedikit beresiko, resiko yang paling terasa adalah resikonya ya jadi tidak populer :-). Apakah pemikiran ini sudah ketinggalan zaman, dan harus berubah? Sekarang, dimana dana dari para investor dari luar masuk tak terbendung lagi berbagai aturan dilonggarkan agar apapun yang kita miliki dimiliki bangsa asing secepatnya, beberapa bumn dan perusahaan strategis seolah diobral ke asing, untuk mendapatkan modal usaha merevitalisasi. Tidak terlepas perusahaan-perusahaan swata pun, berlomba untuk melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan asing untuk memperkuat ‘brand’ dan ‘image’ di masyarakat. Tentu ini tidak disadari, pada akhirnya kita semua adalah milik bangsa asing, kita bekerja pada perusahaan yang keuntungannya dimiliki bangsa asing, kita membeli makanan dimana produsennya bukan bangsa sendiri lagi, kita minum air mineral yang berasal dari pegunungan kita sendiri tapi dimiliki oleh bangsa asing. Kita meninggalkan jamu-jamu dan beralih pada obat-obatan rekayasa bangsa asing dll dll.. so kesimpulannya kalau kita melihat atau mendengar sebuah idealisme nasionalisme dikemukakan ketika berbicara asuransi, pasti kita akan diarahkan ke produk asuransi yang katanya lebih pro nasional. 

Dikatakan pula ada perusahaan asuransi yang mendengungkan kalau dia adalah perusahaan asuransi lokal berbasiskan syariah, iya kah? Dibeberapa informasi diketahui itu hanyalah iklan semata, dimana kenyataanya perusahan itu modal usaha dimiliki oleh perusahaan negara tetangga. Maka haruslah tetap mempertanyakan; Benarkah itu, kita perlu riset lebih mendalam lagi kalau mau serius sebelum memutuskan produk asuransi dari perusahaan punya siapa, adakah kita waktu untuk itu? Sekarang apakah beberapa dari ide dan fakta diatas, kita akan tetap berpegang teguh akan isme-isme kita? Duh. Mungkin setidaknya sebelum kita, melakukan investasi baik dalam system konfensional atau investasi syariah, reksadana syariah begitu juga produk asuransi umum atau asuransi syariah. Yang patut diperhatikan apakah dana yang tersimpan aman. Apakah cukup transparan untuk mengetahui kedalam bisnis apa invest dijadikan modal usaha. Apakah masih dijamin pemerintah, apabila resiko yang tidak diinginkan terjadi.